Semua buku berkesan.
Dia seperti anak saya.
Dia ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat luas.
Ada juga yang diam-diam hanya dibaca sahabat dekat,
Ketika dia terpuruk di sudut kamarnya.
Semuanya saya syukuri.
Ia lahir dari saya, saya bangga atas rezekinya. (Ukim Komarudin)
https://rollymandastana.blogspot.com
“PENGALAMAN MENULIS di PENERBIT MAYOR”
Sekilas mengenai narasumber :
- Bekerja di labschool
- Pernah belajar di Universitas Negeri Jakarta
- Pernah belajar di Universitas Negeri Jakarta
- Pernah belajar di IKIP Jakarta
- Pernah belajar di SPGN Bogor
- Pernah belajar di SMP Labschool Kebayoran
Drs. Ukim Komarudin (Pak Ukim) adalah seorang Penulis Buku Guru Juga Manusia. Buku best sellernya " Menghimpun yang Berserak dan Arief Rachman Guru" dituliskan dengan bahasa yang ringan dan mudah dicerna oleh orang banyak.
Ulasan Pak Ukim Komarudin yang dapat saya tulis adalah sebagai berikut :
Saya sangat berterima kasih kepada panitia yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk berbagi. Saya masih belajar, Jadi mohon
maaf apabila yang saya sampaikan sederhana. Semangat berbagi yang
menyebabkan saya berani berbagi dalam kesempatan seperti ini. mohon
doanya, semoga bermanfaat. Adapun alur penulisan buku sampai menerbitkan buku :
Saya berpikir, menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak perduli dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.
Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis. Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dan sebagainya. Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Demikianlah waktu itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran. Saya diinterview terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku. Saya banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika saya menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada, apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview.
Saya yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebih ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya punya potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana sini. Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya. Oleh-oleh itulah yang menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan bahwa semua hal menyangkut buku saya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.
Demikianlah saya menjalani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis. jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut. Akhirnya, saya mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan hyang berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan.
Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedahsyat sekarang, kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut. Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulah kira-kira. mohon maaf apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab.
Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis. Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dan sebagainya. Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Demikianlah waktu itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran. Saya diinterview terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku. Saya banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika saya menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada, apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview.
Saya yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebih ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya punya potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana sini. Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya. Oleh-oleh itulah yang menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan bahwa semua hal menyangkut buku saya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.
Demikianlah saya menjalani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis. jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut. Akhirnya, saya mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan hyang berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan.
Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedahsyat sekarang, kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut. Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulah kira-kira. mohon maaf apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab.
Tanya Jawab kawan-kawan dengan Pak Ukim Komarudin yang dapat saya tulis yaitu:
- Bagaimana kriteria layak atau tidaknya sebuah buku dapat di terbitkan oleh penerbit terutama buku pelajaran. Pak Ukim : Memang ada kriteria yang dianggap layak untuk diterbitkan. Khususnya terkait buku mata pelajaran, biasanya mereka mencari buku: (1) menunjukkan penggunaan pendekatan baru; (2) lebih lengkap; (3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa; (4) Naskah renyah (enak dibaca); dan diutakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik. Memang ada kriteria yang dianggap layak untuk diterbitkan. Khususnya terkait buku mata pelajaran, biasanya mereka mencari buku: (1) menunjukkan penggunaan pendekatan baru; (2) lebih lengkap; (3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa; (4) Naskah renyah (enak dibaca); dan diutakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik.
- Jeda berapa lama tulisannya mulai di lirik ? Media apa yang mempublish tulisan pak Ukim pertama kali ? Bagaimana latar belakang buku guru juga manusia sehingga bisa best seller, dan buku tersebut berapa exsemplar laku dan berapa royalti dari buku tersebut ? Dari awal mulai menulis sampai sekarang, ada tidak berubah motivasi pak Ukim dalam menulis ? Saat di intervew apa hal yang sangat berkesan dari intervew tersebut ? keseharian pak Ukim seperti apa kesibukannya ? Apakah buku karya pak Ukim semua diterbitkan di mayor ? buku mengumpulkan yang berserak tersebut berapa naskah semua ? Naskah mana yg paling berkesan dan berapa lama munulis buku tersebut ? Pak Ukim : Paling lama 6 bulan. Jika tidak ada kabar. Berpindah ke lain hati (penerbit lain) atau naskah direvisi ulang. Saya menulis di buletin sekolah, kemudian buletin pendidikan DKI, lalu buletin Diknas, dan seterusnya. Buku Guru juga Manusia bisa terjual banyak karena bantuan publikasi media sosial yang saaat itu sudah mulai menggejala. Untuk buku berikutnya, saya mendapatkan berkah dari medsos itu. Saya tipe penulis. Mungkin, lebih banyak buku yang tidak saya terbitkan daripada yang saya terbitkan. Saya memang bukan tipe pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat saya tulis, ya saya tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah maha pengasih. Beberapa sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat keluarga. Yang interview dari dulu sampai kini sudah saya tahu. Pasti dia editor. Dialah penentunya. Saya sering berdoa, dan ternyata sering benar, "Dia lebih pintar dari saya". Minimal soal membuat buku saya laku di pasaran. Semua buku berkesan. Dia seperti anak saya. Dia ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat luas. Ada juga yang diam-diam hanya dibaca sahabat dekat ketika dia terpuruk di sudut kamarnya. Semuanya saya syukuri. Ia lahir dari saya, saya bangga atas rezekinya.
- Jika menulis di mayor di kasih waktu berapa lama untuk menulis setelah menyetorkan judul atau setelah kontrak di berikan, apakah setelah mendapat kontrak menulis di penerbit mayor, akan di tawari kerja sama lagi setiap tahunnya? Pak Ukim : Ketika bertemu penerbit saya sudah bawa naskah utuh. Dari naskah itu kita mulai bicara. Saya sering diminta menulis terus oleh beberapa penerbit karena beberapa buku saya yang dipergunakan di lembaga pendidikan terbit terus. mungkin sekarang sudah jilid belasan. Masalahnya di pembagian waktu atau prioritas. kelemahannya juga ada di saya. Pribadi saya kurang bisa kompromi. Tapi percayalah, dari karya Bapak yang sungguh-sungguh akan ada tawaran berikutnya. Masalahnya, Bapak berkenan membagi waktu dan prioritas?
- Bagaimana mengetahui gaya selingkung penerbit ? Pak Ukim : Saya termasuk orang yang nggak mau belajar tentang itu. Bisa terkuras energi kita jika memikirkan hal itu. Itu sebabnya, saya menulis untuk diri saya. Jadi, ketika itu jadi duit, alhamdulillah. Lalu, saya tak mendapat konfirmasi sekaligus royalti, padahal di belakang saya mereka menerbitkan dan menjual buku saya. Silakan. Makan tuh rezeki saya semoga jadi amal yangdipakai kebaikan. Saya kurang suka dengan hal-hal yang diluar jangkauan saya.
- Saya dulu menulis banyak novel, dan cerpen tapi tidak sampai klimaks sudah bosan. Bagaimana cara mengatasi nya? Ketika menulis novel kenapa saya terus mengulang ulang kesalahan yg sama. Misal tokoh terlalu banyak, jalan cerita mudah ketebak, bagaimana cara mengatasinya? Saya punya asisten, alasan saya butuh asisten karena mereka sebelumnya pernah menulis novel di wattpad dan menjadi suka menggambar. Sehingga diharapkan agar ceritaku bisa dilihat dari sudut pandang bayak orang,tapi apakah langkah itu sudah betul? Banyak orang yang membatu saya, apakah mereka disertakan dalam bagian abstrak/pengenalan penulis,editor,yang dihalaman pertama novel? Bagaimana cara menulis sesuatu yang sering gagal, agar tidak patah semangat? Saya seringkali menggambarkan isi novel saya dengan kenyataan yang saya alami dan sentuhan unsur fiksi,apakah novel itu kira-kira laku dipasaran? Saya sering membaca novel remaja lainnya, seperti saga bumi dari Tere Liye, negeri Lima menara dari Ahmad Fuadi dan yang lain. Untuk mencari inspirasi, apakah langkah yang saya lakukan sudah benar? Pak Ukim : Diduga Bapak salah memilih kategori ekspresi menulis. Bapak harus menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen. Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari lari jarak pendek karen latihan akhirnya bisa lari jarak jauh. Ada yang disebut, Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulia dari itu, Pak. Percayalah, jika tidak memulia dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana. Saya tipe orang yang sering menyembunyikan karaya jika belum final. Saya orang teater, pak. Saya suka membuat kejutan dengan membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini kelahiran anak (karya) saya yang mengejutkan. Permasalahan penulis pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya Ambyar. Tulis saja, nanti ada jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka menganggap tulisan bapak nggal laku di pasaran, tapi Bapak bilang itu bagus tak apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari dan dibenarkan orang. Benar, Pak. Membaca yang banyak dan siapa saja yang Bapak suka. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif dan Penyayang. Kita akan tumbuh menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan lainnya. Memang ada sedikit unsur, seperti ... tapi dalam dunia imajinassi itu sah. namanya terinspirasi oleh ...
- Saya baru akan menulis buku , pengalaman bahan utk menulis sudah ada akan tetapi memulai menulisnya kesulitan, bagaimana memulai menulis buku yang bisa meyakinkan bagi penulis? Pak Ukim : Mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang akan Bapak buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kita membaca untuk mendapatkan inspirasi. kadang-kadang, saya membeli buku atas tujuan seperti itu. Tentang meyakinkan memang dimulai dari Bapak dahulu. kalau Bapak kurang yakin, celakanya pembaca juga demikian. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang menjadi minat Bapak. Dari situ, bapak punya standar sendiri.
- Adakah tips dan trik agar kita bisa menjadi penulis produktif yang layak diterbitkan? bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya diri dalam menulis (memulainya)? Pak Ukim : penulis yang baik memang pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga akan mampu menulis. Saya setuju dengan himbauan menulislah setiap hari. Tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita berkualitas. Itu hukumnya, Het. Menulis (produktif) pasokannya adalah membaca (receptif). Menulis saja. Dengarkan respons dari sekitar. Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita terlecut menjadi lebih baik.
- Apakah gaya bahasa sehari-hari bapak tertuang persis sama dengan gaya menulis di buku? Bagaimana mengolah bahasa sehari-hari agar renyah dibaca orang? Pak Ukim : pada akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. Kita akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika teman-teman kita memuji tulisan kita, maka di saat itulah kualitas naik ke permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan Bapak terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengantarkan kepada Anda bahwa ini tulisan milik anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan saya?" Dia kan jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya tuisan anda."
- Apakah menulis artikel atau menulis apa saja ada aturan urutan yang ditentukan seperti menulis penulisan karya ilmiah? Pak Ukim : Semua tulisan ada pagunya. Minimal itu sebagai pegangan dasar. Ke sananya, ketika kita mahir, kita mampu membuat varasi-variasi yang kita kehendaki tetapi tetap berpegang pada pagunya.
- Saya ingin sekali tulisan saya sekarang dikelas menulis ini bisa dibukukan, namun tulisan saya, dibaca sendiri aja, masih acak-acakan baik bahasa maupun ejaan penulisannya. Apakah tulisan saya itu bisa dibukukan? Bagaimana dengan bahasa dan ejaannya yg belum sesuai ? Pak Ukim: Penanya yang budiman, memang semuanya perlu proses. Ide untuk membukukan hasil pelatihan ini merupakan hal brilyan. Mulailah membukukan dengan niat untuk pribadi terlebih dahulu. Dengan membukukan kita punya basic kemampuan yang akan kita ukur kelak setelah berikutnya berproses. Saya doakan anda merasa adanya kemajuan setelah sekian lama berproses.
- Bagaimana langkah kita menulis buku pelajaran yang kita ampu dan
bagaimana trik trik jitu agar buku pelajaran yang kita buat bisa di
minati para pembaca utamanya kaum pelajar ? Pak Ukim: Mulailah dengan modul atau serpihan bab sebagai pegangan siswa sendiri.
Minta mereka memberikan masukan. Tahun depan, semoga Ibu bisa
meningkatkannya menjadi buku sederhana tetapi hanya untuk kalangan
sendiri. Mintalah masukan kembali kepada anak-anak terkait banyak hal
yang pernah saya jelaskan di awal. Setelah itu, saya yakin akan menjeadi
lebih baik sampaik Ibu marasa yakin kalau ini layak untuk diterbitkan.
- Saya sedang menulis buku pelajaran yang didalamnya banyak gambarnya, tetapi saya hanya bisa menggambar sebatas kemampuan saya. Apakah penerbit akan memperbaiki gambarnya jika bukunya diterima oleh penerbit? Pak Ukim : Awalnya mereka akan melihat substansi buku sebagaimana saya jelaskan di atas. Soal gambar dan lain-lain, apalagi yang sifatnya lipstik, mereka lebih punya stok dan tahu etika pengambilan gambar yang tidak mengundang masalah. Kadang-kadang, saking bagusnya buku Ibu, mereka mau beli gambar di situs-situs resmi.
- Dari Pengalaman Bapak penerbit yang menawarkan untuk buku bapak
diterbitkan. Untuk pemula tentu harus penulis yg mengajukan proposal ke
penerbit? Bagaimana prosesnya? Pak Ukim :bisa datang sendiri ke penerbit atau mengirimnya lewat pos. Kemasannya:
(1) surat yang menjelaskan maksud Ibu; dan (2) Naskahnya. Ingat, jangan
file, tetapi print outnya. Minta tanda terima jika mengantar langsung
dan tanyakan biasanya kapan mendapatkan tanggapan. Syukur jika
mendapatkan nomor kontak editornya.
- Dominan nya apa hal yg paling banyak dikoreksi oleh pihak editor dan
kiranya apa trik penulis pemula agar bisa meminimalisir hal itu? Pak Ukim : Kebetulan saat itu penerbitnya (editornya) jatuh cinta duluan pada
tulisan saya. Ia hanya minta persetujuan pembubuhan ilustrasi. Kala itu,
saya setuju usulan tersebut sebab illustrator menjadikan buku tersebut
lebih menarik. Kalau bapak ada karya yang mau ditawarkan, segera saja
kirimkan.
- Berdasarkan pengalaman bapak pribadi, apa kelebihan dan kekurangan jika penulis sebagai editor dari tulisannya dan orang lain (bukan penulis) sebagai editor? Pak Ukim : Maksudnya dalam keseharian tugas Bapak sebagai editor, ya? Wah itu hebat, Pak, Sebab Bapak sudah tahu apa yang harus bapak kerjakan. Adapun ada orang lain yang mau dan mampu mengedit tulisan bapak, itu nasib baik, tulisan bapak menjadi lebih berkualitas.
- Bagaimana bapak membangkitkan minat baca lingkungan sekitar, apalagi dipedesaan ? Pak Ukim : Saya merasa malu membaca pengalaman bapak yang luar biasa. Saya tidak
punya kesulitan yang berate dibanding pengalaman bapak yang berbelit
untuk menghasilkan karya. Saya yakin harus ada terobosan baru dalam
pemasaran buku bapak karena jika mengandalkan sebatas teman-teman
sekitar, buku itu hanya menjadi “kuntum”. Dia tidak “mekar” apalagi
“berbuah” banyak. Bapak yang ulet, berusahalah bicara dengan penerbit
lain yang mungkin bisa menerbitkan di wilayah yang lebih besar
kemungkinan pembacanya.
- Kenapa editor ada yang tidak mengedit naskah buku? Pak Ukim : Mungkin ada editor yang tidak kompeten. Kita jadi
repot karena begitu dami sampai di kita, kita jadi sibuk membetulkan
yang menurut kita salah. Celakanya, pengalaman saya itu tanda-tanda
penerbit tak berkualitas.
- Apakah setiap buku yang kita ajukan untuk diterbitkan selalu diawali dengan inteview terlebih dahulu? Pak Ukim : Interview itu tanda-tanda naskah kita dilirik. Berbahagialah karena diduga naskah diperhitungkan. Jangan meniru gaya saya yang awam. Untung masih rezeki meski kemudian saya baru menanggapi, saya masih diperhatikan penerbit. Kadang-kadang, naskah kita diterlantarkan oleh mereka tanpa kabar.
- Bahwa sistem kerja sama itu ada royalti dan pembelian naskah. Boleh dijelaskan mengenai pembelian naskah? Pak Ukim : Ada dua sistem kerjasama. Pertama, naskah dibiayai hingga terbit dengan nama penulis sebagai pencipta buku dipertahankan. Sebagai gantinya, pihak penerbit menawarkan royalty sebagai pengahasilan penulis dengan rentang 10% s.d. 12%). Artinya, penghasilan atau keuntungan sisanya milik penerbit. Kedua, naskah dibeli oleh penerbit. Anda sebagai penulis tak lagi berhak mencantumkan nama karena hak naskah sudah anda jual. Biasanya harga naskah tinggi hingga ratusan juta rupiah.
- Saya punya keinginan awal bisa menulis di buletin. Apakah ada syarat-syarat khususnya? Pak Ukim : Untuk memotivasi diri saya, sejak kapan bapak mencurahkan ekspresi diri dalam tulisan sehingga menjadikan menulis adalah kebutuhan. Dan di media apa saja bapak mengawali menulis ? Pak Ukim : Tanyakan kepada pengasuhnya atau contek naskah bulletin yang telah ada. Umpamanya, yang saya tahu. Naskah paling banyak 4 halaman HVS ukuran A4 diketik spasi ganda dengan margin standar. Biasanya seperti itu. Baik juga jika Ibu bertanya kepada pengasuhnya.
- Untuk memotivasi diri saya, sejak kapan bapak mencurahkan ekspresi diri dalam tulisan sehingga menjadikan menulis adalah kebutuhan. Dan di media apa saja bapak mengawali menulis ? Pak Ukim : Saya mulai menulis sejak mahasiswa tahun terakhir. Saya mulai berkarir sebagai jasa pengetik naskah teman yang kebetuan sudah mapan dalam menulis. Sebenarnya, saya mencuri cara berpikir dan berproses dia sejak awal. Dan saya berhasil.
- Terkait. dg karya tercetak jadi buku yg kemjdian menjadi judulnya "menghimpun yg berserak" sepertinya saya pinya karnya berserak berupa artikel dan koran. Apakah ada peluang dibukukan ? Pak Ukim :Wah itu hebat, Pak. Sejumlah artikel itu Bapak kumpulkan berdasarkan tema. Kemudian bapak lengkapi sesuai dengan isu kekinian sehingga naskah itu pas dengan situasi kini. Tolong Pak jangan disia-siakan. Sepertinya untuk menjadikannya sebagai buku, Bapak sudah setengah jalan tuh.
Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN (Ukim Komarudin)
Penulis : Rolly FN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar