Sabtu, 13 Juni 2020

Berbagi Pengalaman Menerbitkan Buku (Bincang kami dengan AGUNG PARDINI)

“Pemimpin! Goeroe! Alangkah haibatnya pekerdjaan mendjadi pemimpin di dalam sekolah, mendjadi goeroe di dalam arti jang spesiaal, ja’ni mendjadi pembentoek akal dan djiwa anak-anak! Teroetama sekali di jaman kebangoenan! Hari kemoediannja manoesia adalah di dalam tangan si Goeroe itoe…”
Bung Karno, Di Bawah Bendera Revolusi, 1964: 612-613
https://rollymandastana.blogspot.com
 
Agung Pardini, sering dipanggil  Guru Agung, lahir 28 Jumaddil Awwal 1401 H. Alamat           Rumah : Kandang Roda RT 03/04, No. 82 Kel. Nanggewer Kec. Cibinong Kab. Bogor Jabar 16912. E-mail : guruagungpardini@gmail.com. FB : Guru Agung. Twitter : @GuruAgungPD.          Instagram : GuruAgung.

Kecintaannya terhadap kisah-kisah kepahlawan mengantarkannya menjadi guru sejarah dan IPS sejak tahun 2001. Saat pertama kali mengajar, guru yang bernama asli Agung Pardini ini kala itu masih menempuh S1 Pendidikan Sejarah dengan tambahan program minor Antropologi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dalam waktu delapan tahun (2001-2008), setidaknya pernah mendapat kesempatan mengajar pada belasan institusi yang berbeda, mulai dari sekolah formal (SMP dan SMA), Bimbingan Belajar, Program Pengayaan Ujian, hingga Pembelajaran Paket Non-Formal atau PKBM.

Sejak tahun 2008 hingga sekarang ini, Guru Agung aktif di lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa untuk menjalankan amanah pengelolaan dana zakat, infaq, dan shodaqoh agar disalurkan menjadi program-program pemberdayaan di bidang pendidikan bagi kemajuan ummat. Mula-mula ia bertugas sebagai trainer pendidikan untuk melatih ribuan guru yang mengabdi di sekolah-sekolah marjinal di berbagai wilayah Indonesia.

Selain melatih para guru, bersama rekan-rekan satu timnya di Dompet Dhuafa, Guru Agung di beri beragam amanah untuk merancang dan mengelola program-program inovatif di bidang pendidikan yang berhasil menjangkau hingga 34 provinsi.

Program-program tersebut antara lain:
  1. Pendampingan Sekolah dan Pengembangan Guru di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi (Donatur: JICA), 2008-2010
  2. Pendampingan Sekolah Berdaya di Sumatera Barat Pasca Gempa Bumi besar, 2010-2012
  3. Pelatihan Guru Cerdas Literasi (Donatur: Hypermart), 2010
  4. Pelatihan Guru Cerdas Literasi (Donatur: Majelis Taklim Telkomsel), 2009
  5. Pengembangan Sekolah Cerdas Literasi (Donatur: Trakindo), 2010-2013
  6. Pendampingan SMK Unggulan Bidang Alat Berat (Donatur: Trakindo), 2013
  7. Pendampingan Sekolah-Sekolah di Perbatasan Indonesia: 2012-2013
  8. Pengiriman Guru-Guru SGI (Sekolah Guru Indonesia) ke berbagai wilayah pelosok atau 3T, 2014-2015
  9. Membentuk School of Master Teacher di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan NTB, 2014-2020
  10. Mengembangkan alat ukur performa Sekolah yang disebut MPC, 2012-2013
  11. Mengadakan diklat kepala sekolah: Milenial Leader, 2019
  12. Membangun kerjasama penyelenggaraan kelas Magister Manajemen Pendidikan Islam bersama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016-2018
  13. Mengembangkan model Sepuluh Kepemimpian Guru Indonesia dan Gerakan Transformasi Kelas  Ajar, 2018-2020
RIWAYAT KARIER
  1. 2001 – 2008   :   Pengajar di banyak lembaga pendidikan non-formal
  2. 2006 – 2007   :  Korektor Buku Mata Pelajaran (Asisten Editor) di ESIS / Erlangga
  3. 2008 – 2012   :  Trainer dan Konsultan Pendidikan di MAKMAL PENDIDIKAN LPI-DD
  4. 2012 – 2014   :  Manajer Pengembangan Kualitas Pendidikan MAKMAL PENDIDIKAN
  5. 2010 – skrg     :   Pengasuh  PAUD Nusa Indah Cibinong
  6. 2014 – 2016   :  Direktur Sekolah Guru Indonesia
  7. 2016 – skrg    :   Master Teacher Sekolah Guru Indonesia
  8. 2017 – 2018    :  GM Sekolah SMART Ekselensia Indoensia Dompet Dhuafa
  9. 2019 – skrg  :  GM Sekolah Kepemimpinan Bangsa yang mengelola Bestudi ETOS.ID dan Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA)
MENULIS ARTIKEL
  1. Sekolah Berbasis Masyarakat    Jurnal Bogor, 17 Oktober 2009    Opini
  2. Mengajar Siswa Gemar Membaca    Radar Bogor, 8 Maret 2010    Opini
  3. Pendidikan dalam Alienasi Birokrasi    Koran Tempo, 16 Mei 2013    Opini - Advertorial
  4. Transformasi Kelas Ajar, Opini Republika, Januari 2020
MENULIS BUKU
  1. Menabung Gula untuk Pendidikan (Saving Palm Sugars for The Education)    MM – JICA, 2010    Bersama tim Masyarakat Mandiri
  2. Penyulut Jiwa di Kampung Hatta    Makmal DD, 2012    Bersama Surya Hanafi, dkk
  3. Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Raganya    Makmal DD, 2012    Bersama Purwo Udiutomo
  4. Sekolah Ramah Hijau    Makmal DD, 2013    Bersama Zayd Sayfullah, dkk
  5. Besar Janji daripada Bukti    Makmal DD, 2013    Bersama tim
  6. Bagaimana ini Bagaimana itu    Makmal DD, 2014    Bersama tim Makmal

PEMBICARA/NARASUMBER (Non-Training)
  1. Konferensi Nasional Sejarah VIII, dengan membawakan makalah yang berjudul “Media Islam Revivalis”    Jakarta, 2006    800 orang    Kembudpar dan MSI
  2. Seminar Pendidikan : Gelipa untuk Pendidikan     Sukabumi, 2 Februari 2010    100 orang    MM – JICA
  3.  Lokakarya Daerah Gerakan Rakyat KAMMI Bogor    Bogor, Maret 2010    30 orang    KAMMI IPB
  4. Seminar: Menjadi Remaja Muslim Trendsetter    Sentul,22 Agustus 2010     150    orang   
  5. Talkshow: Seni dalam Sejarah Islam    Bogor, Agustus 2012    200 orang (siswa)    Sekolah Bosowa Bina Insani Bogor
  6. Simposium Pendidikan Nasional    Depok, 30 Oktober 2013    200 orang    Makmal Pendidikan DD
  7. Seminar Pendidikan dan Museum    Jakarta, November 2015    150 orang    Museum se-DKI Jakarta
  8. Studium General School Master Teacher    Makassar, Mataram, Padang, dan Medan, 2015        Sekolah Guru Indonesia DD
  9. Seminar Nasional Ikatan Mahasiswa Kependidikan Seluruh Indonesia    Semarang, 2016    500 orang    IMAKIPSI
  10. Seminar Pendidikan Ikatan Mahasiswa Kependidikan Seluruh Indonesia Tingkat Sumatera    Palembang, 2016    300 orang    IMAKIPSI
  11. Seminar Nasional Pendidikan    Klaten, 2016    200 orang    Universitas Widya Klaten
  12. Seminar dan Workshop Keguruan    Bogor, 2017    200 orang    UIKA Bogor
  13. Social Leader Training Tingkat Nasional    Bogor 2018    100 orang    Sekolah Kepemimpinan bangsa
  14. Future Leader Camp 2019
  15. Young Leader Camp 2019 di Bandung, Bogor, dan Lubuk Linggau
  16. Young Leader Regional Camp di Solo 2019
  17. Muktamar Young Leader di Semarang 2020
  18. Sociopreneur Camp 2019 di Yogya
  19. Studium Generale Sekolah Pasca Sarjana UNY, 2020
  20. Studium Generale UNNES 2020
  21. Studium Generale PGSD UNNES Tegal 2020
  22. Seminar Pendidikan di UNPAS Bandung, 2020
PEMATERI PELATIHAN GURU (Public Training)
  1. Publik Training (Hari Guru Tema: Kondisi Guru Indonesia    Bogor, 25 November 2008
  2. Publik Training (Hari Guru Tema: Guru Bergerak    Depok, 25 November 2009
  3. Publik Training (Hari Guru) Tema: Pembelajaran Efektif    Jakarta, 25 November 2012
  4. Publik Training (One Trainer Interactive Show) Tema: Inspirasi Guru untuk Bangsa    Aula Kantor Gubernur NTB,1 Agustus 2010
  5. Publik Training dalam rangka Launching buku “Besar Janji daripada Bukti”, Tema: Guru Kreatif    Maros dan Garut, November – Desember 2013 
  6. Publik Training, Guru Kreatif di Serang Banten, 2014
  7. Publik Training, Guru Kreatif di Lhokseuwe Aceh, 2014
  8. Pelatihan Guru Pertamina di Cirebon, 2019
  9. Indonesia Teacher Leader Camp 2020 di Sulawesi Selatan
Sebagaimana tercantum dalam CV, saat ini saya bekerja di Dompet Dhuafa. Salah satu program Dompet Dhuafa yang sejak 2009 kami kerjakan adalah SGI (Sekolah Guru Indonesia).
Dalam dua dekade terakhir, beragam agenda besar reformasi pendidikan di Indonesia telah digulirkan. Beraneka macam kebijakan, mulai dari penetapan empat macam undang-undang di ranah pendidikan, hingga tiga kali pergantian kurikulum dilengkapi dengan tiga kali perubahan peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan dalam kepemimpinan tiga orang Presiden masih belum banyak menghapus rona buram dalam wajah pendidikan di negeri ini. Kualitas pendidikan kita nyatanya masih jalan di tempat!  
Upaya perbaikan pendidikan jika tidak menyentuh hingga ke ranah peningkatan mutu pembelajaran di kelas-kelas ajar maka hasilnya akan sia-sia belaka. Memasuki tantangan pendidikan pada dasawarsa ketiga di Abad ke-21 ini, maka diperlukan perlibatan aktif dari semua guru merekonstruksi ulang wajah pendidikan di mulai dari perbaikan kualitas pembelajaran di kelas.  
Wacana prestasi akademik dalam bidang pendidikan yang berpangkal pada falsafah positivistik kini telah mulai bergeser menuju wacana perkembangan manusia yang lebih humanis. Sudut pandang baru ini mendorong agar setiap satuan pendidikan dapat menyesuaikan model pendidikannya dengan kebutuhan setiap siswa di masa depan. Bukan lagi dengan menentukan apa yang seharusnya dipelajari oleh siswa di masa sekarang, sebab siswa adalah pemilik zamannya sendiri.  
Perubahan besar dunia tentang cara manusia untuk hidup, berkomunikasi, berpikir, dan mencukupi kesejahteraan juga telah mendesak dipikirkannya kembali revolusi mendasar dalam hal pembelajaran, dunia persekolahan, dan juga paradigma pendidikan. Revolusi ini muncul agar dapat mengimbangi semakin membesarnya kekuatan revolusi informasi. Setiap satuan pendidikan pun dipaksa untuk mentransformasi fungsi pembelajaran di kelas terutama ketika siswa di hari ini memiliki kemudahan untuk mengakses segala informasi terkait dengan pembelajaran dari internet (Dryden dan Vos, 2000: 19-21).  
Transformasi budaya yang tengah bergerak pesat dari zaman Industri menuju era Informasi menuntut dikembangkannya definisi ulang tentang cara belajar yang baru di sekolah (Thoman dan Jolls 2003: 7). Dominasi sains dan teknologi di era globalisasi juga harus dibarengi dengan keseriusan dalam mempersiapkan kaum muda untuk tumbuh di era baru yang sama sekali berbeda dengan zaman sebelumnya. Menurut data BPS, saat ini 50 % dari penduduk usia produktif berasal dari generasi millennials dan pada tahun 2020 hingga 2030 diperkiraan jumlahnya mencapai 70% dari penduduk usia produktif. Para millennials kelas menengah urban adalah generasi yang unik dengan karakter khas. Generasi ini termasuk salah satu pemegang estafet bonus demografi Indonesia kisaran dekade 2020-2030 nanti. Generasi ini memiliki ciri creative, confidence dan connected.  
Prensky (2001) sebagaimana dikutip dalam Susan M. Drake (2013: xv) menyebut bahwa anak-anak yang terlahir pada zaman baru ini tumbuh dan berkembang sebagai generasi digital (digital natives) yang akrab dengan inovasi-inovasi baru. Sedang generasi sebelumnya, yakni para pendidik di hari ini, atau yang lebih dikenal dengan imigran digital, tidak sepenuhnya nyaman dengan kemajuan berbagai teknologi digital yang begitu pesat, sehingga membuat pencarian dan pertukaran informasi menjadi sangat mudah untuk dilakukan. Dengan rumah dan kelas yang telah terhubung melalui jaringan internet, kesempatan peserta didik untuk belajar menjadi kian meluas. Hal ini tentu tidak pernah bisa dibayangkan pada dekade-dekade terdahulu (Louise, dkk., 2005: 303).  
Namun sayangnya lembaga-lembaga pendidikan Indonesia belum adaptif untuk mengubah pembelajarannya (Kompas, 30-9-2018). Selain itu, Indonesia hingga hari ini juga masih kekurangan guru unggul yang mampu menggerakkan pendidikan berkualitas. Pemerintah saat ini tengah berusaha menggelar berbagai pelatihan untuk mengembangkan guru penggerak yang memelopori kemajuan pendidikan di daerah masing-masing. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menggandeng organisasi masyarakat sipil untuk bekerja sama mengembangkan tenaga pendidik yang berkualitas unggul (Kompas, 21-02-2020).  
Walaupun telah melalui reformasi pendidikan selama kurang lebih tiga puluh tahun, bahkan ditambah dengan dukungan substansial dan finansial dari berbagai lembaga donor internasional, ternyata masih sedikit sekali perubahan yang terjadi di sebagian besar sekolah, ruang-ruang kelas dan institusi pendidikan tinggi di Indonesia (Sopantini, 2015: 25). Walaupun seorang anak Indonesia hari ini secara umum akan menyelesaikan pendidikan selama 12,3 tahun saat ia berusia 18 tahun, secara rata-rata ia hanya akan menerima pembelajaran setara 7,9 tahun sekolah karena rendahnya mutu pendidikan (https://blogs.worldbank.org/id/eastasiapacific/pengembangan-modal-manusia-adalah-kunci-masa-depan-indonesia).  
Hasil pengukuran yang dilakukan dalam Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) tahun 2016 didapati bahwa kemampuan membaca siswa usia SD 46,83% masih berada pada level kurang, 47,11% pada level cukup, dan hanya 6,06% yang sudah berada pada level baik. AKSI atau yang dikenal dengan INAP (Indonesian National Assesment Programme) merupakan pemetaan capaian pendidikan yang dilakukan oleh Puspendik Balitbang Kemdikbud melalui survei yang sifatnya longitudinal dengan melibatkan 48.682 siswa usia SD di 1.941 sekolah dasar di 216 kabupaten (Majalah Sekolah Dasar, September 2016).  
Pada permulaan dekade ketiga Abad ke-21 sekarang ini, pendidikan kita harus lebih berani untuk segera melakukan lompatan besar melalui gerakan nasional #transformasikelasajar yang akan mengubah banyak model interaksi antarelemen pembelajaran. Relasi guru dan murid tidak cukup hanya berpindah dari pendekatan monologis menuju dialogis, namun juga mesti kolaboratif. Pendidik beserta seluruh peserta didiknya harus terbiasa bekerjasama dan sama-sama belajar dalam kedudukan yang sama.  
Era guru sebagai sumber belajar nyaris berakhir. Bahkan peran guru sebagai fasilitator pembelajaran lambat laun juga akan ditanggalkan. Paradigma guru sebagai pengajar dan peserta didik sebagai subyek yang diajar merupakan cara pandang yang sudah terlalu usang. Jika enggan untuk melompat, maka tak mungkin kita bisa menaklukkan tantangan pendidikan dasawarsa yang ketiga dari abad ini.  
Pada era ini, sudah saatnya kita memunculkan paradigma baru Guru sebagai pemimpin!!
Ini adalah tulisan saya terakhirIzinkan pada malam hari ini saya sedikit memberi perspektif berbeda dalam urusan penulisan dan penerbitan buku di bidang pendidikan dan keguruan.
Berdasarkan pengalaman saya bekerja di lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa. Kita terbiasa untuk mengajak para guru-guru yang mengabdi di daerah-daerah pelosok untuk menulis dan berkarya.
Di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri buat para guru-guru di sana. 

Terdapat beberapa kendala:
  1. Gaya bahasa, ada beberapa istilah Bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di daerah.
  2. Penggunaan komputer, banyak yang belum mengenal MS Office
  3.  Listrik, di beberapa wilayah hanya menyala di malam hari.
  4. Ejaan yang (belum) disempurnakan
Nah bagaimana cara kita mengatasi kendala ini? Salah satunya adalah dengan model pendampingan intensif. Secara sabar para konsultan dan guru-guru relawan akan melakukan pendampingan dan bimbingan selama kurang lebih setahun. Tentu ini bukan tugas yang mudah. Butuh kesabaran dari para relawan. Dompet Dhuafa sendiri dibangun oleh para jurnalis senior Republika di era-era awal. Sehingga setiap program yang kami kerjakan buat pemberdayaan guru di daerah harus memiliki produk buku atau tulisan. Ada beberapa ragam jenis kegiatan menulis dan berkarya yang biasa kita berikan kepada guru-guru di pelosok.
Outputnya tidak harus buku, ada yang berbentuk PTK, jurnal, media pembelajaran, puisi, dan lain sebagainya. Berikut contoh-contohnya.

Nah buku ini adalah kumpulan tulisan dari para guru terkait dengan inovasi pembelajaran yang telah mereka hasilkan, baik dalam bentuk inovasi metode ataupun media. Ini murni diangkat dari  pengalaman-pengalaman mereka

Kalau ini kurang lebih mirip dengan buku yang di atas.
Kalau ini kurang lebih mirip dengan buku yang di atas.
Terkait dengan percetakan, alhamdulillah semua dibiayai oleh donasi zakat yang dikelola oleh Dompet Dhuafa.
Buku-buku ini tidak diperjual belikan. Namun akan dibagikan secara gratis buat guru-guru di daerah lain yang membutuhkan.
Ahamdulillah buku-buku ini dapat memberi manfaat dan masukan bagi inovasi pembelajaran di daerah lain.
Kami punya genre buku-buku yang lain. Sifatnya adalah kisah-kisah inspiratif dari para pejuang muda pendidikan yang mengabdi sebagai guru-guru di daerah pelosok.
Berikut contohnya :


Dua buku bercerita banyak tentang pengalaman para guru-guru muda yang mengajar hingga ke pelosok negeri.
Ada yang di kepulauan
Ada yang di hutan dan pegunungan
Dan ada yang di pelosok kampung

Pernah ada guru muda kami yang meninggal dalam tugas di penempatan.
Dan saat sebelum meninggal, beliau sempat menulis pada buku di atas (warna coklat).
Akhirnya nama beliau kami abadikan menjadi nama sebuah penghargaan bagi guru-guru terbaik SGI.
Jamilah Sampara Award

Hampir semua buku-buku yang kami terbitkan adalah antologi, nulis bareng-bareng.
Nah bagaimana cara mengajarkan guru-guru kami menulis?
Kami punya cara yang unik...Yakni dengan menulis "Jurnal Perjalanan Guru"
Jurnal ini wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di kampus SGI.Setiap malam mereka harus menulis pengalaman mereka selama si siang hari. Modelnya bisa macam-macam. Ada yang curhat, sampai ada yang membahas suatu teori kependidikan dan kepemimpinan.
Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal tasi dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi.
Jadi ini bisa jadi semacam refleksi dan evaluasi.
Ini mirip sekali dengan kebiasaan menulisnya Om Guru Wijaya Kusuma, yang senang menulis cerita harian di group ini...Saluuut.. 👍🏻👍🏻

Melalui jurnal ini, kita pun para pengelola dan dosen jadi tahu ttg perasaan dan pikiran yang tengah bergejolak di hati mereka. Jika ada perasaan hati yang negatif, kita bisa langsung coaching atau konseling. Ada yang rindu keluarga, ada yang sakit hati... macam-macam ceritanya.Kebiasaan menulis jurnal harian ini, Guru jadi terlatih buat menulis.Namun ini tentu tidaklah cukup, harus ada upaya lain, yakni banyak-banyak membaca.Kalau gak banyak baca, ya gak bakal banyak menulis. Ini melatih kepekaan literasi mereka. Makanya kita adal bedah buku rutin. Ada yang harian, ada yang pekanan. Dalam proses pembinaan guru di SGI, setiap pagi kita ada apel.

Nah,Yang bertugas sebagai pembina apel (bergantian), dialah yang akan memberi kajian bedah buku. Gak harus yang berat-berat, novel pun bisa. Selain bedah buku, untuk memantau kemajuan bacaan para guru, setelah apel biasanya ada aktivitas "Semangat Pagi". Yakni memberi motivasi secara bergantian, dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh.
Ini efektif juga buat meningkatkan kepekaan literasi buat para guru. Kami sangat percaya bahwa menulis buat para guru adalah lompatan dan percepatan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri. Baik, saya akan tambahkan tentang beberapa contoh buku lain yang pernah diterbitkan.
Nah ini adalah buku yang ditulis saya bersama Tim Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.


Buku ini merupakan kumpulan tulisan tentang cara-cara pengelolaan sekolah secara efektif dan efisien. Kebetulan saya juga konsultan sekolah di Dompet Dhuafa. Rencana awalnya ini mau kita susun menjadi semacam kamus atau ensiklopedi pengelolaan sekolah. 
Kalau boleh jujur, sebetulnya dari zaman dahulu pemerintah kita sdh sangat peduli untuk pengiriman buku-buku ke sekolah-sekolah marjinal.
Namun sayang...Masih banyak guru yang belum termotivasi untuk membacanya.
Salah satu kebiasaan saya kalau datang ke sekolah di pelosok adalah membongkar-bongkar lemari sekolah. Banyak buku masih terplastik rapi di dalam dus-dus guru yang baik itu harus memiliki kemampuan menulis? Tapi tidak harus dalam bentuk buku ya.

Bisa PTK, Bisa Jurnal Penelitian, Bisa Cerpen atau Puisi, Bisa juga modul, LKS, atau mungkin Kumpulan Bank Soal. Guru wajib literat, bahkan multiliterat, apapun bentuk tulisannya.Kalau saya senengannya corat-coret di kertas Pak. Nanti saya kumpulin pelan-pelan, baru nanti kita bikin artikelnya.Kalau menulis buku, saya beraninya masih bareng-bareng. Takut kalau sendirian.. sepi

Saya coba simpulkan:
  1. Saya pribadi merasa bahwa merangkai kata dalam bentuk tulisan ini bukan pekerjaan mudah. Kita mesti bersabar. Kalau mau lancar harus banyak membaca dulu.
  2. Cobalah menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, butuh temen nongkrong setia, butuh komunitas.
  3. Menulis ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti. Maka menulislah, maka engkau "ada". *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar